Kamis, 05 April 2012

dear you. . .

tadi aku berdiri menghadap bulan dan kurasa dia pun menangis melihatku kini.

terlantar dan tak berdaya, terkulai lemah hanya karena kepergianmu..
tapi bukan salahmu...
dari bintang bersinar hingga ia tertutup awan kelabu, aku masih memandangi jalan kosong yang biasa kau singgahi kala kau menungguku. lucu, tapi kini menyedihkan.
dulu kau begitu setia dengan paras ketampananmu, meski kesal telah lama menunggu tapi kau maklum.
lalu sore datang kau kembali mengantarku, hingga magrib berkumandang, kita masih tertawa ditempat itu.
terus begitu, begitu, namun kini tak lagi.


dulu kala hujan mengguyurku, dan seperti biasa akan darah yang turun dari hidungku, kau tergesah khawatir akan keadaanku. kini ketika hujan membasuh seluruh ragaku, begitu juga hidupku, ruang itu kosong seharian meski ada aku dengan seragam yang masih basah dan beberapa kerabatku, kau tak ada, namun salam agar aku memulih datang padaku dan.....jacket itu, tetap untukku. 


"kak, katanya **** pake ini biar gak kedinginan, terus cepet sembuh" 


pilu aku mendengarnya, percuma beribu kata pun yang sampai ditelingaku tapi bukan darimu, itu hanya akan membunuhku. lalu....


"makasih, tapi balikin aja, de. dia kan mau pulang, jangan sampe dia keujanan juga. bilang makasih"


dengan segenap kekuatanku aku berkata begitu, demi memikirkan hal yang terbaik bagimu. namun.....


"kak td aku liat dia dikelas udah gak ada. berarti ini sengaja ditinggalin buat kakak"


berarti dia rela terguyur hujan demi aku. tapi kenapa iya tak tampak?


pedih aku karena kumampu mencium aromamu dalam pelukanku.
karena benar sungguh tak mampu aku meraihmu.


keesokkannya, mungkin kau terkejut karena sudah kembali jacket itu padamu.
karena sungguh tak kuat aku berayal akan kebaikanmu.
entah sebagai apa, namun itu hanya menyeretku dalam harunya hidup.


sungguh, tolong jangan berkorban untukku, kalau itu hanya belas kasihanmu, dan tak mampu kau bahagia karenanya.....

dear dhif. . .

semakin malam semakin aku terhuyung akan kesunyian yang mungkin hanya kurasakan sendiri. semakin sunyi hingga sesak dada ini dibuatnya. semakin sakit membuatku pasrah akan keadaan. hingga mungkin hanya nama yang ada. jangan..



hingga malam dipenuhi bintang, hingga dia pun bergantikan sang fajar. aku masih terjaga meski raga terlalu lelah. bersiap sekan tegar, meski satu ucapnya pun dapat meruntuhkan semua. 
pertahanan berlanjut hingga bel kesekian. terus mengurung agar aku atau dia sama-sama tak terlihat. bersimpuh dalam doa sesudah dhuha membuatku rindu akan sosok yang pernah menjadi imam kala masa masih indah.


aku rindu akan gelagatnya.
aku rindu akan celoteh dan candaannya.
aku rindu akan perhatiannya.
dan aku selalu rindu akan senyumnya.


masih hafal aku akan aroma parfum sederhana yang ia kenakan.
masih terbayang sosoknya kala ia ada disampingku.
masih ada begitu banyak cerita akan mimpi-mimpi lucu yang sampai saat ini belum kuceritkan padanya.


terbuang waktu memang tidak, tapi terlalu hampa tanpa kehadirannya.
bahagia tentu tidak jikaku berhasil tak melihatnya hari ini, tapi lebih sedih sangat jikak melihat sosoknya yang begitu ceria tanpaku.


tertawalah selagi kau mampu, dik. mungkin hanya sebutan itu yang pantas untukmu saat ini.
karena tak selagi kau rasakan layaknya aku yang  mati rasa tanpa orang yang kusayang.
jangan, jangan kau tatap aku dengan nanar seperti itu.
karena meski aku berkelit, tapi masih punya aku nyali tuk mengatakan, bahwa "aku mampu.." 
mungkin...

dear dhif. . .

dhif. dengar aku. .

hari ini terlalu biasa, namun juga terlalu menyakitkan.
banyak orang disekelilingku memprotes akan perubahan yang terjadi sekarang ini.
begitu banyak konflik juga yang terjadi akan hujan yang kau turunkan tadi.
itu yang menyadarkanku, namun tak dapat  mengembalikanku.
mereka begitu peduli akan kondisi yang terlalu hancur ini, mereka bilang "kemana fitri yang dulu??"


dan kujawab dalam hati, "pergi.."


aku menginginkan tuk kembali, tak dipungkiri jika ku menginginkan dia juga tuk kembali, tapi...
mustahil!
aku ingin seperti dulu, banyak tawa, dan canda yang dibuat setiap harinya, meski sekarang pun tak begitu banyak juga yang hilang, namun kurasakan bukan aku yang ada dalam raga ini.
hanya seonggok nyawa seorang gadis yang trauma akan peninggalan-peninggalan yang dibuat oleh orang tersayang yang mungkin tak lagi menyayanginya.kasihan aku kala ku bercermin..


aku terus berusaha setiap harinya tergopoh dengan rasa ketakutan yang mendalam akan hadirnya.
aku terus berusaha tuk tak menangis, meski inginku menjerit ditelinganya.
aku terus berusaha setiap hari bersabar dan menangkal kala fikiran jahat tuk marah denganya. 
ada yang bilang dia melakukan ini karena dia belum mengerti akan bahasa yang kusampaikan. dia masih kecil!!
tapi dimana letak kebeliannya saat dulu dia bilang sayang, dan berkali-kali kukatakan bahwa semua ini terlalu beresiko.
kenapa disaat dulu semuanya masih terlihat muda, dan aku masih sangat tegar, begitu ingin dia dikatakan mampu menjalaninya.
tapi ketika aku sudah bergantung dan setengah mati menaruh perhatiaan padanya, dia seakan akan tak mengerti apa yang sedang ia jalankan??


katanya aku harus bersabar karena mungkin dia sedang berfikir.
lalu sampai kapan aku harus terus bersabar dan menunggu jawabnya??
sampai ku mati akan kedpresian ini??
terlalu cepat jika kubuat jenjang waktu dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan ini. karena aku akan pergi. meninggalkan tempat kami dulu bertemu. yang mungkin tak disengaja, atau hanya musibah hingga berakhir pun terlalu tragis begini.


kuluapkan amarahku padamu malam ini, maaf...
karena setelah itu aku akan mencoba lebih jauh, dengan memutuskan segala bentuk komunikasi dengan siapapun selama beberapa hari ini. aku ingin tenang. . .


sampaikan salam sayangku untuk rekan-rekan hidupku, bahwa aku baik-baik saja.
serta sampaikan salam, dan segenap bentuk perhatianku yang tak terulis dan terucap ini melalui angin, untuk dia disana. agar selalu menjaga dirinya...


malam, dhif. . .